Jumat, 24 Februari 2012

tinjauan teori cidera Kepala


ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN CEDERA KEPALA

TINJAUAN TEORI
A.PENGERTIAN
            Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala. (Suriadi & Rita Yuliani, 2001)
            Cedera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi – decelerasi ) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegah.
Klasifikasi
Klasifikasi trauma kepala berdasarkan Nilai Skala Glasgow :
1. Ringan
• GCS 13 – 15
• Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.
• Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.
2. Sedang
• GCS  9 – 12
• Kehilangan kesadaran dan amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam.
• Dapat mengalami fraktur tengkorak.
3. Berat
• GCS 3 – 8
• Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
• Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.
Glasgow Coma Seale (GCS)
Memberikan 3 bidang fungsi neurologik, memberikan gambaran pada tingkat responsif pasien dan dapat digunakan dalam pencarian yang luas pada saat mengevaluasi status neurologik pasien yang mengalami cedera kepala. Evaluasi ini hanya terbatas pada mengevaluasi motorik pasien, verbal dan respon membuka mata.

Skala GCS : Membuka mata : Spontan                                  4
 Dengan perintah                     3
 Dengan Nyeri                         2
                                                 Tidak berespon                       1
                     Motorik :            Dengan Perintah                    6
                                                 Melokalisasi nyeri                  5
                                                 Menarik area yang nyeri         4
                                                 Fleksi abnormal                      3
                                                 Ekstensi                                  2
                                                 Tidak berespon                       1
                        Verbal :           Berorientasi                            5
                                                 Bicara membingungkan         4
                                                 Kata-kata tidak tepat             3
                                                 Suara tidak dapat dimengerti 2
                                                 Tidak ada respons                  1
Cedera kepala menurut patofisiologi dibagi menjadi dua :
1. Cedera kepala primer
Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi – decelerasi rotasi ) yang menyebabkan gangguan pada jaringan.
Pada cedera primer dapat terjadi :
1. Gegar kepala ringan
2. Memar otak
3. Laserasi

2. Cedera kepala sekunder
 Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti :
1. Hipotensi sistemik
2. Hipoksia
3. Hiperkapnea
4.Edema otak
5. Komplikasi pernapasan
6. infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain
Jenis-jenis cedera kepala
1. Fraktur tengkorak
Susunan tulang tengkorak dan beberapa kulit kepala membantu menghilangkan tenaga benturan kepala sehingga sedikit kekauatan yang ditransmisikan ke dalam jaringan otak. 2 bentuk fraktur ini : fraktur garis (linier) yang umum terjadi disebabkan oleh pemberian kekuatan yang amat  berlebih terhadap luas area tengkorak tersebut dan fraktur tengkorak seperti batang tulang frontal atau temporil. Masalah ini bisa menjadi cukup serius karena les dapat keluar melalui fraktur ini.

2. Cedera otak dan gegar otak
Kejadian cedera minor dapat menyebabkan kerusakan otak bermakna . Otak tidak dapat menyimpan oksigen dan glukosa sampai derajat tertentu. Otak tidak dapat menyimpan oksigen dan glukosa sampai derajat tertentu yang bermakna. Sel-sel selebral membutuhkan suplay darah terus menerus untuk memperoleh makanan. Kerusakan otak belakang dapat pulih dan sel-sel mati dapat diakibatkan karena darah yang mengalir berhenti hanya beberapa menit saja  dan keruskan neuron tidak dapat mengalami regenerasi.
Gegar otak ini merupakan sinfrom yang melibatkan bentuk cedera otak tengah yang menyebar ganguan neuntosis sementara dan dapat pulih tanpa ada kehilangan kesadaran pasien mungkin mengalami disenenbisi ringan,pusing ganguan memori sementara ,kurang konsentrasi ,amnesia rehogate,dan pasien sembuh cepat.
Cedera otak serius dapat terjadi yang menyebabkan kontusio,laserasi dan hemoragi.

3. Komosio serebral
Adalah hilangnya fungsi neurologik sementara tanpa kerusakan struktur. Komosio umumnya meliputi sebuah periode tidak sadarkan diri dalam waktu yang berakhir selama beberap detik sampai beberapa menit,getaran otak sedikit saja hanya akan menimbulkan amnesia atau disonentasi.

4. Kontusio cerebral
Merupakan cedera kepala berat dimana otak mengalami memar, dengan kemungkinan adanya daerah hemorasi pada subtansi otak. Dapat menimbulkan edema cerebral 2-3 hari post truma.Akibatnya dapat menimbulkan peningkatan TIK dan meningkatkan mortabilitas (45%).


5. Hematuma cerebral ( Hematuma ekstradural atau nemorogi )
Setelah cedera kepala,darah berkumpul di dalam ruang epidural (ekstradural) diantara tengkorak dura,keadaan ini sering diakibatkan dari fraktur hilang tengkorak yang menyebabkan arteri meningeal tengah putus atau rusak (laserasi),dimana arteri ini benda diantara dura dan tengkorak daerah infestor menuju bagian tipis tulang temporal.Hemorogi karena arteri ini dapat menyebabkan penekanan pada otak.

6. Hemotoma subdural
Adalah pengumpulan darah diantara dura dan dasar otak.Paling sering  disebabkan oleh trauma tetapi dapat juga terjadi kecenderungan pendarahan dengan serius dan aneusrisma.Itemorogi subdural lebih sering terjadi pada vena dan merupakan akibat putusnya pembuluh darah kecil yang menjembatani ruang subdural. Dapat terjadi akut, subakut atau kronik.
-          hemotoma subdural akut dihubungkan dengan cedera kepala mayor yang meliputi   kontusio atau lasersi.
-          Hemotoma subdural subakut adalah sekuela kontusion sedikit berat dan dicurigai pada pasien yang gagal untuk meningkatkan kesadaran setelah truma kepala.
-          Hemotuma subdural kronik dapat terjadi karena cedera kepala minor, terjadi pada lansia.
7.  Hemotuma subaradinoid
Pendarahan yang terjadi pada ruang amchnoid yakni antara lapisan amchnoid dengan diameter. Seringkali terjadi karena adanya vena yang ada di daerah tersebut terluka. Sering kali bersifat kronik.

8.  Hemorasi infracerebral.
Adalah pendarahan ke dalam subtansi otak, pengumpulan daerah 25ml atau lebih pada parenkim otak. Penyebabanya seringkali karena adanya infrasi fraktur, gerakan akselarasi dan deseterasi yang tiba-tiba.

B.ETIOLOGI
• Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil.
• Kecelakaan pada saat olah raga.
• Cedera akibat kekerasan.


C.PATOFISIOLOGI

Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan,disfungsi,cerebral.Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.
Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml / menit / 100 gr. jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.
Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel,takikardia.
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi . Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.
D.MANIFESTASI KLINIS
o Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
o Kebingungan
o Pucat
o Mual dan muntah
o Pusing kepala
o Terdapat hematoma
o Kecemasan
o Sukar untuk dibangunkan
o Bila fraktur, mungkin adanya cairan serebrospinal yang keluar dari hidung (rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.
o   Nyeri yang menetap atau setempat.
  • Peningkatan TIK
  • Dilatasi dan fiksasi pupil atau paralysis edkstremitas
  • Peningkatan TD, penurunan frek. Nadi, peningkatan pernafasan
E.KOMPLIKASI
 Hemorrhagie
 Infeksi
 Edema
 Herniasi

F.PEMERIKSAAN PENUNJANG
 
• CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) : mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui adanya infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 – 72 jam setelah injuri.
• MRI : Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
• Cerebral Angiography: Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
• Serial EEG: Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
• X-Ray: Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.
• BAER: Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
• PET: Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
• CSF, Lumbal Punksi dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.
• ABGs: Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial
• Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan intrkranial
• Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan kesadaran.

Penatalaksanaan
Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala adalah sebagai berikut:
1. Observasi 24 jam
2. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
3. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
4.
Pasien diistirahatkan atau tirah baring.
5. Profilaksis diberikan bila ada indikasi.
6. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.
7. Pemberian obat-obat analgetik.
8. Pembedahan bila ada indikasi.





ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Riwayat kesehatan: waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian, status kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah kejadian.
Pemeriksaan fisik
Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes, biot, hiperventilasi, ataksik)
Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK
Sistem saraf
Kesadaran GCS.
Fungsi saraf kranial  trauma yang mengenai/meluas ke batang otak akan melibatkan penurunan fungsi saraf kranial.
Fungsi sensori-motor adakah kelumpuhan, rasa baal, nyeri, gangguan diskriminasi suhu, anestesi, hipestesia, hiperalgesia, riwayat kejang.
Sistem pencernaan
Bagaimana sensori adanya makanan di mulut, refleks menelan, kemampuan mengunyah, adanya refleks batuk, mudah tersedak. Jika pasien sadar , tanyakan pola makan.
Waspadai fungsi ADH, aldosteron : retensi natrium dan cairan.
Retensi urine, konstipasi, inkontinensia.
Kemampuan bergerak : kerusakan area motorik hemiparesis/plegia, gangguan gerak volunter, ROM, kekuatan otot.
Kemampuan komunikasi : kerusakan pada  hemisfer dominan  disfagia atau afasia akibat kerusakan saraf hipoglosus dan saraf fasialis.
Psikososial  : data ini penting untuk mengetahui dukungan yang didapat pasien dari keluarga.

B. Diagnosa

1. Risiko Tinggi peningkatan TIK berhubungan dengan desak ruang sekunder dari kompresi korteks serebri dari adanya perdarahan,baik bersifat intra serebral hematom,subdural hematom,maupun epidural hematom.

2. Tidak efektifnya pola napas berhubungan dengan depresi pada pusat nafas di otak.
3. Gangguan perfusi jaringan otak berhubungan dengan penurunan aliran darah ke otak.
4. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan.
5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese.
6. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan kemampuan bicara.
7. Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan inkontinensia.

8. Devisit perawatan diri berhubungan dengan kekuatan otot menurun.
9. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan perubahan kemampuan mencerna makanan.
10. Konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltik usus.

11. Resiko cedera berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori penglihatan.

12. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama.
13. Kecemasan keluarga berhubungan dengan keadaan yang kritis pada pasien.

C.Intervensi Keperawatan
1.Risiko Tinggi peningkatan TIK berhubungan dengan desak ruang sekunder dari kompresi korteks serebri dari adanya perdarahan,baik bersifat intra serebral hematom,subdural hematom,maupun epidural hematom.
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3x24jam tidak terjadi peningkatan TIK pada klien.
Kriteria hasil : klien tidak gelisah,klien tidak mengeluh nyeri kepala,TTV dalam batas normal.
INTERVENSI
RASIONAL
1.kaji faktor penyebab dari situasi / keadaan individu / penyebab koma/penurunan perfusi Jaringan dan kemungkinan penyebab TIK.

2. Monitor TTV tiap 4 jam



3. Pertahankan kepala/ leher pada posisi yang netral usahakan dengan sedikit bantal. Hindari penggunaan bantal yang tinggi pada kepala.
4. Observasi tingkat kesadaran dengan GCS.

5. Berikan periode istrahat antara tindakan perawatan dan batasi lamanya prosedur.
6. Kolaborasi dalam pemberian steroid, contohnya: Dexatamethason,    methyl prenisolone.
1.Deteksi dini untuk memperoritaskan intervensi, mengkaji status neurologi/tand-tanda kegalan untuk menentukan perawatan kegawatan / tindakan pemebedahan.
2.Suatu kesadaran normal bila sirkulasi serebral terpelihara dengan baik/fluktuasi ditandai dengan TD sistemik. Adanya peningkatan tensi, bradikardi,disritmia dan dispnea merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK.

3.Perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan pada vena jugularis dan menghambat aliran darah otak sehingga dapat meningkatkan TIK.
4.Perubahan kesadaran menunjukan peningkatan TIK dan berguna menentukan lokasi dan perkembangan penyakit.
5.Tindakan yang terus menerus dapat meningkatkan TIK.

6.Menurunkan inflamasi dan mengurangi edema jaringan



2.Tidak efektifnya pola napas berhubungan dengan depresi pada pusat nafas di otak.
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam klien dapat mempertahankan pola napas yang efektif melalui ventilator.
Kriteria hasil :
Penggunaan otot bantu napas tidak ada, sianosis tidak ada atau tanda-tanda hipoksia tidak ada dan gas darah dalam batas-batas normal.

INTERVENSI
RASIONAL
1.Pantau frekuensi,irama,kedalaman pernafasan.catat ketidakteraturan pernafasan.


2.Pertahankan prilaku tenang,bantu klien untuk control diri dengan mempergunakan pernafasan lebih lambat dan dalam.

 3. Observasi ratio inspirasi dan ekspirasi


 4.Cek selang ventilator setiap waktu (15 menit).

5.Siapkan ambu bag tetap berada di dekat pasien

6.Bantulah klien untuk mengontrol pernafasan jika ventilator tiba-tiba berhenti.
1.Perubahan dapat menandakan awitan komplikasi pulmonal /menandakan lokasi/luasnya keterlibatan otak.pernafasan lambat,periode apnea dapat menandakan perlunya ventilasi mekanis.
2.Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia,yang dapat dimanifestasikan sebagai kecemasan.


3.pada fase ekspirasi biasanya 2 x lebih panjang dari inspirasi, tapi dapat lebih panjang sebagai kompensasi terperangkapnya udara terhadap gangguan pertukaran gas.
4.adanya obstruksi dapat menimbulkan tidak adekuatnya pengaliran volume dan menimbulkan penyebaran udara yang tidak adekuat.

5.membantu memberikan ventilasi yang adekuat bila ada gangguan pada ventilator

6.melatih klien untuk mengatur nafas seperti nafas dalam,nafas pelan,nafas perut,pengaturan posisi,dan teknik relaksasi dapat membantu memaksimalkan fungsi dari system pernafasan.


3.Gangguan perfusi jaringan otak berhubungan dengan penurunan aliran darah ke otak.
Tujuan :

Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam dapat mempertahankan dan memperbaiki tingkat kesadaran fungsi motorik.
Kriteria hasil :
Tanda-tanda vital stabil, tidak ada peningkatan intrakranial.

INTERVENSI
RASIONAL
1.Monitor dan catat status neurologis dengan    menggunakan metode GCS.







2.Monitor tanda-tanda vital tiap 30 menit





3.Pertahankan posisi kepala yang sejajar dan tidak menekan.


4.Hindari batuk yang berlebihan, muntah, mengedan, pertahankan pengukuran urin dan hindari konstipasi yang berkepanjangan.
5.Berikan oksigen sesuai dengan kondisi  pasien
6.kolaborasi dalam pemberian obat :
-osmotik diuritik
- steroid (dexametason

- Obat anti kejang
-analgetik
-antipiretik

1.Refleks membuka mata menentukan pemulihan tingkat kesadaran.
Respon motorik menentukan kemampuan berespon terhadap stimulus eksternal dan indikasi keadaan kesadaran yang baik.
Reaksi pupil digerakan oleh saraf kranial oculus motorius dan untuk menentukan refleks batang otak.
Pergerakan mata membantu menentukan area cedera dan tanda awal peningkatan tekanan intracranial adalah terganggunya abduksi mata.

2.Peningkatan sistolik dan penurunan diastolik serta penurunan tingkat kesadaran dan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial. Adanya pernapasan yang irreguler indikasi terhadap adanya peningkatan metabolisme sebagai reaksi terhadap infeksi. Untuk mengetahui tanda-tanda keadaan syok akibat perdarahan.

3.Perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan pada vena jugularis dan menghambat aliran darah otak, untuk itu dapat meningkatkan tekanan intrakranial.


4.Dapat mencetuskan respon otomatik peningkatan intrakranial


 5.menurunkan hipoksia otak



-menarik air dari sel-sel otak sehingga dapat   menurunkan udema otak
-menurunkan inflamasi, menurunkan edema jaringan.
- menurunkan kejang
menurunkan rasa nyeri efek negatif dari peningkatan tekanan intrakranial.
menurunkan panas yang dapat meningkatkan pemakaian oksigen otak.




4.Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan.
Tujuan :

Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3x24 jam klien merasa nyaman,nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria hasil :
Nyeri berkurang (skala 1-3) atau dapat di adaptasi, dapat mengidentifikasi aktifitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri,tidak gelisah.
INTERVENSI
RASIONAL
1.Kaji keluhan nyeri dengan menggunakan skala nyeri, catat lokasi nyeri, lamanya, serangannya(PQRST)



2.Beri lingkungan tenang dan tunjukkan perhatian yang tulus kepada klien.
3.Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi


4.Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman,misalnya waktu tidur,belakang dipasang bantal kecil.

5.Beri manajemen sentuhan



6.Kolaborasi dalam pemberian analgetik
1Nyeri adalah pengalaman subjektif yang tampil dalam variasi respon yang bersifat individual sehingga perlu digambarkan secara rinci untuk menentukan intervensi yang tepat.
2.Menurunkan rangsang ekternal yang dapat memperburuk keadaan nyeri yang terjadi.
3.Pernafasan dalam dapat meningkatkan asupan O2 sehingga akan menurunkan nyeri sekunder dari iskemia jaringan otak.Pengalihan perhatian dapat menurunkan stimulus internal.
4.Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan kenyamanan.

5.Manajemen sentuhan pada saat nyeri berupa sentuhan dukungan psikologis dapat membantu menurunkan nyeri.masase ringan dapat meningkatkan aliran darah dan dengan otomatis membantu suplai darah dan O2 ke area nyeri dan menurunkan sensasi nyeri.
6.Analgetik dapat menekan atau mengurangi nyeri pasien.

5.Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese.
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3x24 jam klien mampu melakukan aktifitas sesuai dengan batas kemampuan.

Kriteria hasil:Klien dapat ikut serta dalam program latihan,bertambahnya kekuatan otot klien,menunjukkan tindakan untuk mobilitas.

INTERVENSI

RASIONAL

1. Kaji fungsi motorik dan observasi terhadap peningkatan kerusakan.

2. Anjurkan tekhnik aktivitas dan tekhnis istirahat.

 

3. Ubah posisi klien tiap 2 jam.

 

 

4.Kolaborasi dengan fisioterapi untuk latihan fisik klien.

1. Mengetahui batas kemampuan klien dalam beraktivitas.

2.Melakukan aktivitas dapat  meningkatkan suhu tubuh sehingga dianjurkan klien untuk beristirahat dalam periode pendek tapi sering .

3.Menurunkan resiko terjadinya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang buruk pada pada daerah yang tertekan.

4.Peningkatan kemampuan dan mobilisasi ekstremitas dapat ditingkatkan dengan latihan fisik dari tim fisioterapi.


6.Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan kemampuan bicara.
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan klien mampu menggunakan komunikasi yang efektif sesuai dengan kondisinya.

Kriteria hasil: Kemampuan komunikasi klien dapat meningkat secara bertahap.

 

INTERVENSI
RASIONAL
1.Kaji kemampuan klien untuk berkomunikasi

2. Tentukan cara-cara komunikasi seperti mempertahankan kontak mata, pertanyaan dengan jawaban ya/tidak

3. Anjurkan keluarga atau orang lain yang dekat dengan klien untuk berbicara dengan klien dalam memberikan informasi tentang keadaanya yang sedang terjadi.

4. Kolaborasi dengan ahli wicara


1.mengupayakan klien untuk berbicara dengan lambat dan penekanan perhatian pada apa yang mereka katakan

2. Mempertahankan kontak mata akan membuat klien tertarik selama komunikasi. Pertanyaan sederhana akan membuat klien tidak merasa cepat lelah dalam usaha berkomunikasi.

3.Keluarga dapat merasa akrab dengan klien, berada didekat klien selama pembicaraan berlangsung, hal ini akan mengurangi perasaan kaku pada klien.

 

4.Ahli terapi wicara bahasa akan membantu dalam peningkatan latihan percakapan dan dapat membantu petugas kesehatan dalam mengembangkan metode komunikasi untuk memenuhi kebutuhan klien.

7.Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan inkontinensia
 Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pemenuhan eliminasi urine terpenuhi.

Kriteria hasil: Pemenuhan eliminasi urine dapat terpenuhi dengan pemakaian kateter atau tanpa kateter,keluhan eliminasi urine tidak ada.

INTERVENSI

RASIONAL

1. Kaji pola berkemih dan catat produksi urine tiap 6 jam.

 

2. Tingkatkan kontrol dalam berkemih dan catat produksi urine :

·         Berikan dukungan pada klien tentang pemenuhan eliminasi urine
·         Lakukan jadwal berkemih minimal 2 jam.


3. Palpasi kemungkinan terjadinya distensi kandung kemih.

4. Anjurkan klien untuk minum sesuai intruksi.

1. Mengetahui status fungsi ginjal.

 

 

2. Sensasi terhadap kebutuhan untuk berkemih harus diperhatikan dengan segera, sehingga bedpan atau urinal harus siap pakai. Jadwal berkemih diatur  minimal 2 jam, supaya tidak terjadi penumpukan urine di kandung kemih.

 

3.Menilai perubahan akibat inkontinensia urine.

4.Membantu mempertahankan fungsi ginjal


8.Devisit perawatan diri berhubungan dengan kekuatan otot menurun.
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3x24 jam terdapat perilaku peningkatan dalam pemenuhan perawatan diri.

Kriteria hasil :klien dapat menunjukkan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan merawat diri,mengidentifikasi personal/keluarga yang dapat membantu.

 

INTERVENSI
RASIONAL
1.Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan aktivitas, makan – minum, mengenakan pakaian, BAK dan BAB, membersihkan tempat tidur, dan kebersihan perseorangan.

 2. Hindari aktivitas yang tidak dapat dilakukan klien dan bantu bila perlu.

 

3.Ajarkan dan dukung klien selama aktivitas.


4. Rencanakan tindakan untuk defisit motorik seperti tempatkan makanan dan peralatan didekat klien agar mampu sendiri mengambilnya.


 5..Libatkan keluarga dalam perawatan pemenuhan kebutuhan sehari-hari

1.Dapat membantu kebutuhan pasien.


2. Klien dalam keadaan cemas dan tergantung. Hal ini dilakukan untuk mencegah frustasi dan harga diri klien

3.Dukungan pada klien selama aktivitas kehidupan sehari-hari dapat meningkatkan perawatan diri.

4. Klien akan mampu melakukan aktivitas sendiri untuk memenuhi perawatan dirinya.

5.Keluarga dapat membantu mengembalikan semangat pasien untuk tetap menjaga kebersihan diri.
.
9.Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan perubahan kemampuan mencerna makanan.
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3x24 jam kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.
Kriteria hasil : Berat badan pasien kembali normal,pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan/ dibutuhkan.
INTERVENSI
RASIONAL
1.Observasi / timbang berat badan jika memungkinkan.


2.Catat pemasukan per oral jika diindikasikan.anjurkan klien untuk makan.


3.Berikan makanan kecil dan lunak.


4.Kaji fungsi system gastrointestinal yang meliputi suara bising usus,catat terjadi perubahan di dalam lambung

5.Kolaborasi dalam pengaturan diet sesuai keadaan klien.
1.Tanda kehilangan berat badan (7-10%) dan kekurangan intake nutrisi menunjang terjadinya masalah katabolisme,kandungan glikogen dalam otot,dan kepekaan terhadap pemasangan ventilator.
2.Nafsu makan biasanya berkurang dan nutrisi yang masuk pun berkurang.Menganjurkan klien memilih makanan yang disenangi dapat dimakan (bila sesuai anjuran )

3.Mencegah terjadinya kelelahan,memudahkan masuknya makanan dan mencegah gangguan pada lambung.
4.Fungsi system gastrointestinal sangat penting untuk memasukkan makanan.ventilator dapat menyebabkan kembung pada lambung dan perdarahan lambung.
5.Diet tinggi kalori,protein,karbohidrat sangat diperlukan selama pemasangan ventilator untuk mempertahankan fungsi otot –otot respirasi.karbohidrat dapat berkurang dan penggunaan lemak meningkat untuk mencegah terjadinya produksi CO2 dan pengaturan sisa respirasi.

10.Konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltik usus
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,konstipasi pasien    dapat berkurang.
Kriteria hasil : feses tidak keras,sembelit teratasi.
INTERVENSI
RASIONAL
1.Pantau TTV dan KU pasien
2.Anjurkan minum 1 gelas air hangat,di minum 30 menit sebelum sarapan.

3.jelaskan pentingnya diet tinggi serat dan rendah lemak.

4.kolaborasi dalam pemberian obat pencahar
1.Mengetahui keadaan umum pasien
2.Air hangat dapat bertindak sebagai stimulus untuk defekasi.

3.Makanan yang tinggi serat dapat membantu melunakkan feses,sehingga proses pengeluaran lebih mudah.

4.Memudahkan proses defekasi

 

11.Resiko cedera berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori penglihatan.

Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan resiko cedera tidak terjadi.

Kriteria hasil: pasien tidak trauma,pasien kooperatif dalam mencegah cedera.

INTERVENSI

RASIONAL

1. Kaji derajat gangguan kemampuan kompetensi munculnya tingkah laku yang impulsive dan penurunan persepsi visual

2. Bantu orang terdekat untuk mengidentifikasi resiko terjadinya bahaya yang mungkin timbul.

 

3. Hilangkan/minimalkan sumber bahaya dalam lingkungan

1. Penurunan persepsi visual meningkatkan resiko terjatuh.

 

2.Mengidentifikasi resiko potensial di lingkungan dan mempertinggi kesadaran sehingga pemberi asuhan lebih sadar akan bahaya.

 

3. Mempertahankan keamanan dengan menghindari prilaku/ resiko terjadinya trauma.



12.Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama.

Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3x24 jam tidak ditemukan tanda-tanda gangguan integritas kulit

Kriteria hasil : kulit tetap utuh,tidak ada lecet,dekubitus.


INTERVENSI
RASIONAL
1.Kaji fungsi motorik dan sensorik pasien dan sirkulasi perifer untuk menetapkan kemungkinan terjadinya lecet pada kulit.

 2.Rubah posisi setiap 2 jam sekali atau sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pasien.


3.Pertahankan alat-alat tenun tetap bersih dan tegang.

 4.Lakukan “back rub” setelah mandi di area yang potensial menimbulkan lecet dan pelan-pelan agar tidak menimbulkan nyeri.

5.Pertahankan kebersihan dan kekeringan pasien
1.Menetapkan kemungkinan terjadinya lecet pada kulit.

2Mencegah terjadinya dekubitus dan memperbaiki sirkulasi.

3.Mencegah terjadinya infeksi.

4.Memperlancarkan peredaran darah.


5.keadaan lembab akan memudahkan terjadinya kerusakan kulit


13.Kecemasan keluarga berhubungan dengan keadaan yang kritis pada pasien.
Tujuan :
 
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3x24 jam kecemasan keluarga dapat berkurang
Kriteria hasil:
Ekspresi wajah tidak menunjang adanya kecemasan
Keluarga mengerti cara berhubungan dengan pasien


INTERVENSI
RASIONAL
 1.Bina hubungan saling percaya


2.Beri penjelasan tentang semua prosedur dan tindakan yang akan dilakukan pada pasien.

3.Berikan kesempatan pada keluarga untuk bertemu dengan klien.


4.Berikan dorongan spiritual untuk keluarga

1.membina hubungan terapiutik perawat - keluarga.
Dengarkan dengan aktif dan empati, keluarga akan merasa diperhatikan.


2.Penjelasan akan mengurangi kecemasan akibat ketidak tahuan.


3.Mempertahankan hubungan pasien dan keluarga.


4.Semangat keagamaan dapat mengurangi rasa cemas dan meningkatkan keimanan dan ketabahan dalam menghadapi krisis.




IMPLEMENTASI
Pelaksanaan keperawatan adalah langkah keempat dalam proses keperawatan dengan melaksanakan tindakan keperawatan yang disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan yang telah disusun.

EVALUASI
Pada tahap akhir proses keperawatan adalah mengevaluasi respon pasien terhadap perawatan yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang diharapkan telah tercapai.
Kriteria keberhasilan :
- Berhasil
Tuliskan kriteria keberhasilannya dan tindakan dihentikan.
- Tidak berhasil
Tuliskan nama yang belum berhasil dan lanjutkan tindakan.
TUGAS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II
CEDERA KEPALA










OLEH :

1.AGUSTINI PURNAMI                (07C10034)

2.NI LUH ASTI                               (07C100 42)

3.NI KETUT SUSIANI                              (07C10074)







S1 KEPERAWATAN NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BALI
2010

DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol.3.Jakarta : EGC
Muttaqin, Arrif.2008.Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan System Persarafan.Jakarta : EGC

http://www.artanto.com/cedera-kepala.html
http://tutorialkuliah.blogspot.com/2009/05/patofisiologi-traua-kepala-dan-dampak.html